‘Siapa’ atau ‘Apa’ dulu dalam memulai usaha patungan?
Tadi sore, dari hasil ngobrol ngobrol santai dengan temen, ada 1 pertanyaan yang diajukan ke aku, yaitu: ‘kalo mau buka usaha patungan/join dengan orang lain, menurutmu pentingan dengan siapa atau mau buka usaha apa sih?’ Dan dengan cepet, aku bilang ‘ya liat sama siapa dulu donk’. Temanku sontak seperti sedikit terheran-heran gitu dengan jawabanku. Well, ini pertanyaan yang cukup menarik loh untuk dibahas benernya hehe..
Memang sih, buka usaha patungan itu bisa meminimalkan risiko, dari yang harusnya ditanggung kita sendirian jadi bisa dibagi-bagi sesuai kesepakatan (tentu return yang diperoleh juga sebanding dengan porsi modal yang dikeluarkan donk, baik modal uang maupun modal tenaga). Kalo ga ada ide mau buka usaha apa sama sekali, juga percuma donk yah berpartner. Namun, untuk jangka panjang, sebenarnya siapa itu lebih penting menurutku. Ada beberapa alasan dan pemikiran pribadi yang menjadi pertimbanganku:
- Berpartner dengan orang lain berarti kita turut mempercayakan sebagian dari bisnis kita kepada partner. Sejak kita memutuskan berpartner, maka kita tidak bisa jadi pengambil keputusan tunggal karena masing-masing pihak memiliki share atas bisnis tsb. Bagaimana kita bisa memperoleh keputusan yang terbaik jika kita ga bisa percaya sama partner kita? Jangankan mengambil sebuah decision, ngobrol tentang ide pada fase awal pun, kita pasti lebih nyaman berbicara dengan orang yang sudah kita kenal dengan baik sifat dan karakternya kan? (kalau aku sih gitu) Jadi mengenal dengan baik partner kita pasti memiliki nilai positif. Contoh, kalo mau buka software house, tentu aku prefer join sama temen yang punya background IT. Kalo mau buka usaha kuliner, tentu yg di bayanganku adalah teman yang tahu atau berpengalaman di bidang itu.
- Ide (dalam konteks ini, berarti ‘Apa’ yang mau dikerjakan atau ‘What’ to do) sebenarnya merupakan hal yang murah dan mudah diperoleh sekarang ini. Gampangannya yah, kalo mau bikin startup, kamu tinggal niru startup yang sudah sukses di luar negri yang ekosistemnya udah mapan, lalu kamu modifikasi dan adaptasikan dengan keadaan di Indonesia. Susahnya di mana? ya fase paling susah pasti fase implementasi dan eksekusi toh. Banyak problem (yang ujungnya bisa melahirkan cekcok antar founder) yang baru terlihat di fase ini, karena fase formulasi ide atau penyusunan business plan itu mayoritas isinya hal-hal yang indah sih hehe.. Kan kata orang, sifat asli manusia itu terutama bakal muncul dalam kondisi yang tidak ideal hehe. Nah, kalo kamu sudah kadung berpartner, menaruh modal, dan kamu baru tahu ternyata partnermu ini orangnya suka marah, gimana donk? 🙂
- Jenis usaha (what to do) memang penting, karena dengan tahu jenis usaha, kita bisa tahu bagaimana kondisi industri tersebut, apakah sedang uptrend atau malah downtrend. Namun, kondisi itu tidak bisa kontrol karena merupakan external environment. Yang bisa kita kontrol adalah internal environment, di mana pengambil keputusan adalah kita dan partner. Jadi, kalo menurutku sih, lebih krusial memilih partner yang cocok terlebih dahulu dibandingkan jenis usaha apa yang pengen dikerjain.
Sebenarnya, siapa dan apa dalam bisnis juga sama penting lah. Sama juga dengan 5W+1H yang lain, seperti kapan waktu yang tepat? (When) Di mana tempat yang bisa memberikan return tertinggi? (Where) Apa misi kita menjalankan bisnis tersebut? (Why), bagaimana cara kita menjalankan bisnis tersebut? (How). Namun, memang sih, yang paling sering terlintas di pikiran kita adalah 2 hal di atas, apa jenis usahanya dan siapa yang diajak.
Toh, perusahaan-perusahaan raksasa yang berlevel world class juga tidak sedikit dibangun oleh dua orang atau lebih. Contoh: Google dengan Sergey Brin dan Larry Page yang saling mengenal di kuliah pasca sarjana di Stanford, Bill Gates-Paul Allen yang berpartner membangun Microsoft yang lantas dibantu Steve Ballmer sebagai CEO, Steve Jobs dan Steve Wozniak membangun Apple, Hewlett dan Packard membangun HP, dll. Aku ngga yakin, kalau mereka memilih partner yang lain saat itu, belum tentu ada 4 perusahaan itu yang berdiri tegak hingga sekarang. Sebaliknya, kasus pecah kongsi karena berseteru dengan partner juga tidak jarang ditemui kan, yang membuat perusahaan bagus akhirnya menjadi terpecah-pecah dan perlahan kalah dari persaingan. Jadi, dengan memilih partner yang tepat dan dapat saling mengisi, keberlangsungan perusahaan menjadi lebih terjaga.
Bagaimana menurut kalian? Silahkan berdiskusi dan saling share pendapat di comment 🙂
*Credit to Riotaro yang tadi sore melemparkan pertanyaan ini 🙂
* Photo Courtesy flickr user: mjsproce