Opinion

KD : Loyalitas vs Peluang

Pertama-tama, KD di atas bukanlah sang diva, melainkan Kevin Durant, salah satu superstar NBA yang sedang dihujat oleh banyak orang akibat memutuskan pindah ke Golden State Warriors. Dari yang semula fans berat, kini menjadi musuh besar. Yang awalnya netral ikut-ikutan mencibir KD sebagai oportunis, hanya memikirkan cincin juara aja… Kasus ini nyaris sama dengan kasus King James yang sempat pindah dari Cleveland untuk bergabung ke Miami dan membentuk Big 3 dengan Dwayne Wade dan Chris Bosh. Ujungnya sih sama, capek dan lelah dengan semua ‘hampir juara’ dan pengen juara beneran.

Kenapa perpindahan KD kali ini lebih banyak dihujat? 1) Karena GSW adalah tim juara yang sebenarnya ‘kurang’ membutuhkan KD. Tanpa KD, mereka juga masih Ok untuk beberapa tahun ke depan sih… Hal ini beda dengan James yang pindah ke Miami yang waktu itu adalah tim medioker, walaupun ada superstar D-Wade. Jadilah orang mikir KD ini mau enaknya aja, daripada tetap di Oklahoma yang ‘nyaris’ juara terus. 2) GSW adalah musuh bebuyutan OKC di musim yg terakhir ini. Bahkan OKC disingkirkan dengan dramatis setelah unggul 3-1, dan banyak yang bilang KD mainnya flop banget di game 5-7 yang membuat mereka kalah. Kok bisa gabung dengan musuh bebuyutan/rival?

Sebenarnya, kasus pindah ke tim rival ini sudah biasa sih di dunia olahraga. Yang paling spektakuler adalah perpindahan Luis Figo dari Barcelona ke Real Madrid. Dua klub ini sudah seperti minyak dan air. Jadi bagaimana membayangkan Luis Figo, kapten Barcelona, pindah ke Real Madrid? Hasilnya? Waktu bertanding di Camp Nou, semua hujatan mengarah ke Figo. Ancaman dll, caci maki setiap kali Figo mengambil Corner Kick. Tapi, pada saat itu, mungkin Figo juga tergiur dengan bujukan Perez yang pengen membangun Los Galacticos, sebuah tim bertabur mega bintang.

Memang, semakin lama kita stay di suatu posisi, maka akan ada comfort zone yang otomatis terbangun. Hal itu pasti juga dialami oleh profesional di bidang apapun. Dalam olahraga, yang merasa nyaman juga bukan hanya si pemain, tapi fans-nya juga. Itu sebabnya one-team players seperti Paolo Maldini, Steven Gerrard, dan Kobe Bryant atau Dirk Nowitzky bisa menjadi icon. Loyalitas mereka (kebetulan semua pemain yang saya sebutkan tadi bisa meraih juara sih, kecuali Gerrard yang sampai pensiun juga masih ngutang trophy Premier League yang cuma ‘nyaris’ saja alias mentok di ranking 2) yang cuma membela 1 klub menjadi bernilai di mata Fans. Sulit bagi fans membayangkan superstar mereka pindah.

Tapi, one-team man tidak menjadi jalan satu-satunya juga di dunia sport profesional. Ingat, sport career juga seumur jagung, bukan seperti pernikahan yang kita jalani sampai ‘Death do us part’ lho (lha wong yang cerai aja banyak meskipun sudah baca sumpah nikah). Ada Zlatan Ibrahimovic, yang kalo menurutku adalah ‘Champions’ karena dia sudah berkelana di liga major di Europe (Belanda, Italy, Spanyol, Prancis) dan selalu dapat gelar juara. CR7 juga pindah dari MU ke Real. Bayangkan kalo Gareth Bale masih di Tottenham, mungkin Wales juga tidak bisa sampai ke semifinal Euro 2016 ini lho, menurutku. Dengan pindahnya Bale ke Real, tentu eksposure dan persaingan yang dirasakan juga lebih intens dan memaksa dia harus berkembang lebih lagi kalau ngga mau jadi pemain cadangan termahal dunia.

Bagaimanapun juga, ambisi untuk bermain di tim terbaik dan meraih gelar juara itu pasti ada di setiap sportsmen profesional. Seandainya hanya kita yang bermain baik, tapi tidak didukung oleh tim yang baik, ya yang frustrasi kita sendiri. Oleh karena itu, pindah adalah hal yang lazim. Atletico Madrid, yang dulunya hanya menjadi tim ke-3 di Liga Primera (setelah Barca dan Real), selalu ditinggal striker top-nya, mulai Fernando Torres, Sergio Aguero, Radamel Falcao, dll. Kenapa pindah? Ya karena mereka mau gelar juara di tim baru-nya. Mereka nganggap ATM ini kurang berpotensi untuk juara, meskipun sudah bermain extra-ordinary.

Yang membuatnya menjadi tidak lazim adalah persepsi fans bahwa seorang superstar yang bukan ‘kutu lompat’ (pindah-pindah klub) akan stay di sana sampai pensiun, dan kalau dia sampai pindah, maka dia adalah pengkhianat. Mereka lupa kalau superstar juga manusia yang punya batas umur dan ingin meraih ambisi pribadi di dalam batasan tersebut. Apakah seorang superstar harus loyal ke tim-nya yang nyata-nyata ga bisa mendukung ambisinya? Ya ngga juga sih menurutku. Dan apakah seorang superstar harus membangun tim sendirian, memback-up tim sendirian, instead of pindah ke tim yang lebih baik? Tergantung orangnya. Tapi kalau sudah kepepet umur yang matang, ternyata tim kita sendiri tidak mampu (bahkan tidak mau) maju selangkah lebih untuk gelar juara, kenapa kita tidak boleh pindah? Kalau memang OKC serius, ya buatlah tim yang lebih baik. Kenapa bukan OKC yang merekrut Stephen Curry atau superstar lain buat ‘memaksa’ KD stay? 8 tahun kegagalan KD di OKC tidak berarti dia harus menjadi superstar medioker selama seumur hidup atas nama loyalitas juga kan?

Banyak yang mencibir KD harusnya membangun tim lagi setelah gagal musim lalu. Bukannya pindah ke tim lain yang sudah jago dan tinggal ikut-ikutan juara. Lho, KD ini kan cuma pemain. Kalau dia minta superstar lain gabung tp tim-nya ga punya duit, bisa apa dia?

Dalam dunia olahraga, menurutku sih, loyalitas ya berarti memberikan yang terbaik sepanjang kita bergabung dengan klub tsb. Bukan berarti kita harus di sana seumur hidup, tidak boleh pindah ke tim yang lebih baik dan mendukung karir kita. Itu sudah masuk ranah pribadi sih… Ingat, usia produktif atlet juga terbatas, sementara usia klub tidak. Atlet yang sangat loyal pun, pada saatnya nanti akan dibuang dan ‘kurang dihargai’ juga (ingat Frank Lampard dan John Terry yang agak dipinggirkan oleh klub karena sudah uzur?) Saat itu terjadi, apakah fans masih tetap mendukung pemain? Kelihatannya juga ngga, karena pada waktu itu, pasti klub sudah memiliki Superstar barunya.

Kasus ini juga barusan terjadi di NBA, Derrick Rose, salah satu superstar Chicago Bulls yang dianggap bisa meneruskan jejak Michael Jordan dan sempat meraih MVP Reguler, di-trade ke NY Knicks. Kenapa ngga ada resistansi dari fans Bulls, yang kehilangan superstar yang merupakan authentic local boy dan hanya membela Bulls dari awal karirnya? Simple, karena D-Rose, meskipun adalah superstar, tapi sering cedera. Dan cederanya juga agak parah. Itulah sebabnya, meskipun pemain hebat dan loyal sekalipun, tapi kalo aku lihat-lihat, begitu performancenya turun, fans pun seolah melupakan semua loyalitas tsb. Coba kalau D-Rose seprima KD, pasti fans juga teriak-teriak protes. Unfair juga kan? Well, tapi fans kan memang begitu hehe attached ke club dan achievement-nya. Bukan ke kepentingan pribadi pemain juga sih…

Ya kita lihat saja apakah KD bisa meraih cincinnya tahun depan, atau justru kena ‘karma’ dan tetap aja gagal. Yang jelas, GSW bakalan jadi lebih superior lagi tahun ini, sampai ada julukan Golden Sniper Warrior mengingat mereka sudah punya Splash Brothers. Banyak orang yang memprediksi GSW vs CAV part 3 lagi tahun depan :))

Dan bagi haters (baik mantan fans maupun yang sebelumnya netral), seandainya kamu kerja di perusahaan kecil dan bekerja super, tapi ya udah cuma gitu-gitu aja dan yang bekerja keras cuma kamu. Terus datang tawaran dari Google atau Apple yang pengen mendukung karirmu dan mengajak pindah. Dengan kompensasi yang lebih baik, eksposur dan tantangan yang lebih tinggi sehingga potensimu bisa terpakai semua, serta teammate yang sama-sama superior, apa kamu bakal nolak tawaran ini? Aku rasa kok ya ngga ya. Apalagi kalo kamu bilang bakalan setia dengan kantor kecilmu itu. Kalau kamu ambisius dan pengen berkembang, rasanya agak bullshit kalo km tetap menjawab bakalan stay di sana. Yang lebih masuk akal adalah langkah yang sudah diambil King James dan terbukti ‘it works’. Masuk dulu ke tim yang lebih jago, lalu saat sudah sukses, kembali ke tim lama dan membangun tim yang baru dengan pengalaman tsb.

*Anyway, kelihatannya KD yang lain juga tidak loyal dan memilih peluang yang lebih baik ya? :p