Review Buku – Sketsa Terakhir
Penulis: Kei Larasati & Vanny PN
Satu lagi buku dari teman sekelas 🙂 akhirnya selesai kubaca akhir pekan lalu, setelah jumat lalu entah kenapa pingin beli buku, dan langsung ke Gramedia, beli 2 buku, 1 langsung habis dibaca di Jumat, sementara buku ini habis dibaca besoknya. Supaya ndak sempat lupa dan tidak menunda-nunda, langsung tulis aja deh reviewnya hari ini.
Kesan pertama setelah membaca prolog, buku ini mungkin tidak linear ke depan timelinenya, bahkan cenderung lebih ke flashback. Ternyata saya salah juga hehe. Penulisnya memainkan arus waktu dengan menyelipkan berbagai adegan di masa lampau, diselingi masa sekarang, dan seterusnya. Mungkin hal ini bertujuan untuk membangun pemahaman pembaca akan karakter dalam novel, menjelaskan ‘why’ si tokoh memiliki karakteristik demikian. Karena toh, sifat manusia (terutama dewasa) tidak pernah lepas dari apa yang terjadi dalam hidupnya sebelumnya kan. Contohlah, Tio, tokoh utama dalam novel ini, yang aku tangkap sebagai orang yang sangat kreatif, namun ternyata digambarkan sebagai pendiam. Sedikit banyak, masa lalu yang kurang menyenangkan pasti berpengaruh besar dalam sifatnya.
Setelah mengetahui bahwa salah satu tokoh di dalam prolog (Dru) adalah tokoh utama lainnya, sempat tergelitik juga sih. hehe.. berarti kisah-kisah dalam prolog dan epilog, aku bayangkan, adalah 30-40 tahun lagi dari sekarang.. Mungkin menandakan penulisnya adalah orang yang berorientasi ke masa depan :p
Konflik yang disajikan adalah ketika sesuatu tak terduga datang menghampiri dan merebut kehidupan tokoh utama, yaitu penyakit (kanker). Ketika umur sudah divonis, saat itulah seseorang mungkin akan berusaha ‘menyelesaikan’ semua ganjalan di hati sebelum masa hidupnya ‘kadaluarsa’. Termasuk dalam urusan percintaan nih :p, di mana Tio yang bertunangan dengan Dru sebenarnya memiliki ‘utang perasaan’ kepada Rena, teman baiknya, yang tidak pernah dia ungkapkan hingga akhir. Martin, teman baik Tio, juga memiliki ‘utang’ yang hampir sama dengan Tio pada Dru, namun bedanya, Martin bukanlah orang yang suka mendam-mendam dalam hati nih. Martin digambarkan sebagai womanizer dan salesperson ulung yang ekspresif. Yah, pada intinya sih, buku ini nyaris 80% berkutat dengan keempat orang itu, dengan tokoh tambahan seperti ayah Tio dan dokter :p
Deskripsi orang yang putus asa dan menderita jasmani (karena penyakit + kemoterapi) serta rohani (perasaan putus asa, masalah roman) sukses digambarkan oleh penulis dalam novel ini. Bagian yang menarik dari novel ini adalah bagaimana mengolah ide yang sebenarnya jamak (pertentangan batin ketika tahu ajal menjemput) dibumbui dengan konflik lain, seperti pekerjaan, percintaan, hubungan orang tua-anak, persahabatan, dll. Jadi, penyakit ini sudah langsung dikenalkan di bagian awal (bagian Tio divonis kanker) dan sempat juga diberikan ‘pengantar’ bahwa ibu Tio meninggal karena penyakit ini. Dengan demikian, sebagian besar buku ini memang mengeksploitasi perjuangan Tio dalam kondisi sakit. Di situlah konflik-konflik meruncing, seperti pertunangan yang sempat batal, munculnya ayah Tio dalam kehidupan anaknya setelah lama ‘menghilang’, dll.
Asik nih bukunya, terutama dari sisi eksploitasi emosionalnya 🙂 Konfliknya juga ga begitu berat untuk dicerna kok..
“Terima kasih untuk novel yang menyenangkan” :p